Sebelum kita bergerak ke pelajaran-pelajaran yang lebih praktikal dan bisa langsung lo terapkan, ada dua pelajaran mendasar dan sangat penting yang ingin gua sampaikan.
Meninggalkan Indonesia untuk mengejar mimpi di Jerman itu bukan perkara mudah, apalagi untuk seseorang yang baru selesai SMA. Seperti kebanyakan orang yang berangkat untuk menempuh studi S1 di Jerman, kehidupan di Indonesia sampai ke jenjang SMA sama sekali tidak membantu untuk mempersiapkan diri gua untuk apa yang akan gua hadapi di sini saat itu.Di saat lo naik ke pesawat untuk terbang ke Jerman, lo bukan hanya meninggalkan tempat yang seumur hidup lo lo panggil rumah. Lo bakal ninggalin orang tua lo, temen-temen lo, tempat nongkrong kesayangan lo dan segala kemudahan-kemudahan yang selama ini lo kenal dan sia-siakan. Hal terpenting yang harus lo sadari adalah ketika lo pergi ke Jerman, kehidupan di Indonesia terus berjalan.Lo bakal menyaksikan banyak hal dari kejauhan dan kesendirian lo. Lo bakal lihat kelahiran keponakan lo yang baru dari Instastory sepupu lo. Lo bakal denger adik lo lagi sedih habis diputusin pacarnya. Lo bakal menyaksikan kakek/nenek lo mulai sakit-sakitan. Lo bakal denger dari bokap lo kalau dia akan segera pensiun dan nggak bisa banyak bantu lo secara finansial lagi. Lo bakal dikasih tau sama nyokap lo kalau dia baru aja ngejalanin operasi dan memutuskan untuk ngasih tau lo setelah operasi supaya lo nggak khawatir. Lo bakal baca di grup Whatsapp kalo sodara lo yang dulu sering main bareng lo dari kecil udah dipanggil duluan oleh Yang Maha Kuasa. Masih banyak lagi hal-hal yang akan terjadi di Indonesia yang lo hanya akan bisa saksikan.
Believe me, it’s not going to be easy. It’s going to torture you.
Banyak banget orang yang nyangkut di dalam ilusi bahwa hidup mereka itu ada di Indonesia DAN di Jerman. Lagi-lagi sayangnya hidup di Indonesia akan terus berjalan bahkan tanpa lo. Nggak ada orang yang akan nungguin lo sebelum ngelanjutin hidup mereka disana. LO yang harus move on. Lebih cepat lo move on maka akan lebih cepat juga lo bisa menyadari bahwa lo udah milih buat ninggalin semua itu dan hidup lo itu sekarang di sini. Jadi nggak ada gunanya galau-galau mikir, “coba gue kemarin ikutan SNMPTN…”, “coba gue masuk ke SGU aja, nanti juga bisa internship di Jerman lagi”, dsb. karena pikiran-pikiran ini nggak membantu siapapun. Jujur gua sendiri baru bisa benar-benar move on setelah 3 tahun di Jerman. Pikiran-pikiran di atas cuman akan menghambat lo untuk fokus dan mulai berkarya di sini. Ini pelajaran kedua yang gua pengen lo ambil dari seri ini.
Life goes on with or without you. So it’s up to you to take charge of parts of your life that you can actually control.
Kenapa lo harus move on dari kehidupan lo di Indonesia? Akan ada banyak sekali hal yang menunggu lo di Jerman. Sayangnya nggak semua yang menunggu lo disini adalah hal-hal yang menyenangkan, lo bakalan ngalamin banyak banget masalah yang membutuhkan 100% fokus lo. Di tahun-tahun pertama bisa gua jamin lo bakal paham apa itu yang namanya sepi. Emang bener disini lo pasti dapet temen baru, baik itu temen seperjuangan dari Indonesia maupun mancanegara. Bagaimanapun juga tetap akan ada saat dimana lo pulang malam sehabis Studienkolleg, Sprachschule atau belajar di perpus ke kamar di dormitory lo, lalu lo sadar sesampainya dirumah lo nggak punya siapa-siapa yang bisa lo ceritain gimana hari lo. Belum lagi lo harus menyelesaikan berbagai macam urusan birokratis baik itu dengan pemerintah Jerman, dengan landlord lo, dengan Studienkolleg lo, dengan calon universitas lo. Parahnya lagi kalau ada yang lupa lo lakuin disini akibatnya bisa fatal, mulai dari bayar denda sampai pencabutan ijin tinggal. Lo nggak bakal punya waktu dan tenaga untuk larut terlalu dalam di kesedihan yang muncul dari berbagai kejadian di Indonesia. Lo harus nyelesain masalah lo sendiri disini kalau lo masih mau mempertahankan impian lo untuk lulus di Jerman.
Ada satu skill yang penting banget buat lo kuasai untuk menghadapi hari-hari buruk yang pasti akan tiba di sini. Lo harus belajar untuk menangis.Di saat lo ngerasa kesepian, di saat lo ngerasa nggak ada yang bisa benar-benar ngerti kondisi lo, di saat lo ngerasa terlalu banyak masalah yang datang di saat bersamaan, lo harus bisa menangis.Pelajaran ketiga yang gua pengen lo ambil bukanlah untuk jadi cengeng dan nangis setiap kali lo menghadapi masalah. Melainkan proses dibalik menangis itu sendiri. Menangis itu menurut gua adalah manifestasi dua dari lima tahapan yang ada di Five stages of grief-nya Kübler-Ross, yaitu denial dan acceptance. Pertama lo harus mengakui bahwa ada masalah-masalah yang harus lo hadapi. Lo harus mau melepas keangkuhan lo sendiri, melepas acting bahwa lo itu orang paling tangguh, berhenti mencari hal-hal yang bisa lo salahin buat masalah lo dan keluar dari fase denial. Ketika lo udah bisa ngelakuin semua itu barulah lo akan masuk ke fase acceptance dan berdamai dengan kenyataan bahwa lo harus menghadapi semua masalah lo. Itulah kenapa setelah lo menangis lo akan ngerasa luar biasa lega. Karena lo udah bisa menerima kenyataan bahwa lo nggak bisa lari masalah-masalah yang lo hadapi dan lo udah bisa jujur sama diri lo sendiri bahwa mereka itu lebih besar daripada ego lo sendiri. Gua yakin setelah itu lo pun bakal jauh lebih siap, lebih tenang dan bisa berfikir lebih logis untuk mulai cari jalan keluar dari permasalahan lo.Dua pelajaran ini berkaitan dengan berdamai dengan situasi yang lo hadapi di hidup lo dan dengan pikiran lo sendiri. Ini akan sangat berguna untuk mempersiapkan lo buat menyelesaikan masalah-masalah yang akan lo hadapi di Jerman. Di pelajaran pertama gua pengen lo buat move on, tepatnya move on dari permasalahan yang berada di luar kendali lo. Tentunya untuk bisa melakukan itu lo harus bisa mengenali yang mana masalah yang bisa lo kendalikan dan yang mana yang tidak. Setelah lo tau mana masalah yang bisa lo kendalikan, gua pengen lo berdamai dengan semua perasaan dan pikiran yang timbul dari masalah itu. Gua pengen lo berdamai dengan diri lo sendiri. Di saat lo bisa berdamai dengan kondisi dan diri lo sendiri, mudah-mudahan lo bakal bisa menghadapi masalah apapun dengan kepala dingin.
Satria Kharisma Bayuaji Source:
Kommentare